Hari Ini

Fenomena Remed

Updated at: 6:01 PM. Under Category: Remed

Di sebuah sekolah di Jakarta, Ivan dengan deg-degan menunggu hasil ulangan yang akan diumumkan hari ini..

Guru Bio : Yang remed cuma 5 orang...
Kelas : Horeeeee
Guru Bio : Yaitu Rena, Indri, Anto, Gundah, dan Ivan.
Ivan : Tidaaaaaaakkkkkk!!!

Guru Kimia : Gimana sih! Hasil ulangan kalian tuh benar-benar mengecewakan! Masa dari kelas ini yang gak remed cuma Ummi sama Abi.
Kelas : Cieee...Ummi – Abi..
Ivan : Nooooooooooo!!!

Guru MTK : Hasil ulangan kalian sangat bagus. Dari 6 kelas yang ibu ajar cuma 1 orang yang remed.
Kelas : Horeeeeeee
Dano : Sapa yang remed bu?
Guru MTK : Yang remed...hmm...Ivan Haryanto...
Ivan : Oraaaaaaaaaaaa!!!!

Remed...Remed...dan Remed...
Remed seolah menjadi fenomena yang paling dihindari seluruh siswa-siswi seantero jagad raya (termasuk gue juga lah). Sebenarnya ada apa sih dengan remed? Sebelum kita bahas remed lebih jauh, yuk kita lihat apa sih remed itu?

Remed diambil dari bahasa Inggris REMEDIAL yang artinya pembetulan atau penyembuhan. Jadi, remed itu maksudnya pembetulan atau penyembuhan nilai kita yang dianggap “kurang memuaskan”. Sebuah nilai dianggap kurang memuaskan bila nilai tersebut di bawah standar, atau lazimnya disebut SKM. Masalah contoh mah gak usah panjang lebar dah, udah pada ngerti kan? Misal SKM Kimia 74, tersu kita ulangan dapet nilai di bawah 74, maka kita harus remed, dengan cara ulangan Kimia yang itu lagi sampe nilai kita lebih besar sama dengan 74

Kalo masih di bawah 74 juga, remed terus dan terus hingga nilainya lebih besar sama dengan 74. Yang mengenaskan, meskipun di remed ke 5 (setelah sebelumnya 4 kali remed terus) akhirnya kita bisa dapet nilai 100, tetep aja sang guru akan mencatat nilai kita sebatas SKM, alias 74. Uhhhh...so sweet...

Remed tuh gak mengenal belas kasihan (yang gak mengenal belas kasihan itu remed apa gurunya ya?). Kita ambil contoh tadi, Kimia dengan SKM 74, kita tetep aja bakal dikenain remed kalo nilai kita di bawah 74 sekecil apapun deltanya. SKM 74, nilai kita 73.99, remed lah kita tentunya. Padahal penyebab kita dapet nilai 73.99 tuh cuma karena keringat kita yang menetes ke atas kertas jawaban sehingga membuat tanda “mint” beleber dan terlihat seperti tanda “plus” (bagi yang belajar Thermokimia tentu paham betapa mahal harga tanda “mint” dan “plus”). Huaaaa....sangat tragis!

Udah deh perkenalan tentang remednya. Masa udah ngalamin baru kenalan sih? Hehehe....ibarat lo udah pacaran baru di comblangin. Hahaha....

Yang jadi masalah adalah....
Remed, menentukan pintar nggaknya seseorang?

Nehi, nehi, nehi...Pintar gaknya seseorang bukan dilihat dari frekuensi dia remed, bung! Gak ada yang tahu bisa aja mereka yang tergabung dalam RECOM (Remed Community) itu lebih pintar dari mereka tergabung dalam PANTHER (Persatuan Anthi Remed). Emang pintar itu apa sih? Menurut hadis Rasulullah SAW. "orang yang pintar adalah yang paling sering mengingat kematian dan hidup sesudah mati". Oke, oke, gue emang rada subjektif ya ngasih definisi dari segi gue sebagai anak Rohis.

Hahaha...Secara umum, pintar bukanlah hanya dilihat dari segi pendidikan saja. Banyak hal yang dapat membuat seseorang terlihat pintar oleh orang-orang disekitarnya. Mempunyai bakat dan keberanian dalam mengambil keputusan adalah salah satu orang yang dapat dikatakan pintar. Bukan itu saja, Ia juga menganggap orang-orang yang kreatif adalah ciri-ciri orang yang pintar dan berwawasan luas (Sarah Sechan).

So, pinter tuh bukan cuma dilihat dari nilai dia di sekolah, remed nggaknya dia, atau dsb dst nya lah! Mungkin aja si A kalo di sekolah remeeeeedddd terus ampe kayaknya gak sreg kalo gak ngeliat si A remed. Tapi dalam kehidupan sehari-hari ternyata si A itu ketua OSIS yang baik, selalu tegas dan bijak dalam mengambil keputusan. Gampang bersosialisasi, diajak ngobrol tentang hal-hal yang terjadi di dunia (di luar buku pelajaran) nyambung, bahkan diem-diem di komputer rumahnya puluhan cerpen buatannya sudah tersebar ke berbagai majalah.

Bandingkan dengan si B yang gak pernah remed sama sekali, ulangan selalu di atas 8. Sampe menjadi kesayangan semua guru dan “sesembahan” temen-temennya di kelas. Tapi di luar, si B ni suka marah-marah, pendiam jadi susah bersosialisasi, di rumah kerjanya cuma ngerjain PR dan baca buku pelajaran tanpa mencoba mengasah skill yang lain. Diajak ngobrol soal politik gak nyambung, olahraga tulalit, apalagi soal musik. Satu-satunya topik pembicaraan yang nyambung sama dia hanyalah mengenai pelajaran dan pelajaran doang.

Menurut lo, mana sebenernya yang lebih pantas disebut pintar?????? Tentukan sendiri.

Remed, menentukan kesuksesan dan kegagalan kita di masa mendatang?

Lebih nehi lagi, bung! Orang-orang sukses pada zaman dahulu tuh bukan karena gak pernah remed, tapi karena kemauan dan kerja keras. Jangan minder buat lo yang remed, yang menjadi kunci kesuksesan lo itu sebenernya adalah bagaimana lo menanggapi remed serta usaha dan kerja keras lo mencapai hasil yang lebih baik. Itu yang penting! Remed itu adalah kesuksesan yang tertunda, buat mereka yang remed berarti memang takdir tertundanya kesuksesan mereka bukan pada saat itu, bisa saja nanti, saat kuliah atau saat kerja barulah mereka yang gak pernah remed merasakan bagaimana rasanya mengalami kegagalan.

Biasanya nih, mereka yang sering remed mentalnya lebih kuat, dan tentu pemahaman akan pelajaran yang di remed itu lebih baik dari mereka yang gak remed. Jelas lah, yang gak remed ulangan sekali doang, yang remed bisa lebih dari sekali. Logikanya, mana yang lebih sering buka buku???? Hayoooo....tapi dalam konteks ini bukan berarti gue nyuruh remed. Gila aja gue juga ogah remed! Hehehehe....gue cuma gak mau sohib-sohib gue stress gara-gara salah menanggapi remed. Remed itu banyak hikmahnya, tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Jangan pernah belajar dengan niat menghindari remed doang, buset! Rugi banget tau...Remed jangan gengsi-gengsian. Nobody's perfect! Percuma gak pernah remed ilmu gak masuk cuma gara-gara niat yang menyimpang.

Kembali ke masalah kesuksesan, gue ada sedikit artikel keren nih mengenai hal ini. Cicipin deh :

Dalam ceramahnya yang menarik, Helmi Yahya membeberkan secara blak-blakkan mengapa kebanyakan orang-orang pintar–orang-orang yang pandai semasa sekolah, pandai secara akademis–kurang berhasil dalam kehidupan, kurang berhasil dalam meraih sukses hidup, khususnya dalam dunia bisnis. Menurutnya, ada beberapa sebab, tiga di antaranya seperti berikut ini.

Sebab yang pertama: orang pintar cenderung tidak percaya pada orang lain. Karenanya, kebanyakan orang pintar sulit jadi pemimpin karena tak berani memberi kepercayaan pada orang lain. Padahal untuk sukses dalam hidup, untuk berhasil dalam bisnis misalnya, kita butuh bantuan orang lain. Kita tidak bisa mengerjakan segala sesuatu secara individual, dengan sendiri saja.

Sebab yang kedua: orang pintar cenderung sombong. Ya, biasanya karena merasa lebih bisa dalam belajar, lebih mampu memahami pelajaran, sifat sombong itu hinggap lekat-lekat pada orang-orang pintar. Mereka merasa lebih baik, merasa lebih mampu ketimbang orang-orang di sekitarnya. Padahal sifat merasa lebih bisa atau bahkan sok bisa ini tidak disukai oleh semua orang. Pendeknya sifat sombong itu tak disukai oleh orang yang tidak sombong, bahkan orang-orang sombong sekalipun tidak menyukai orang yang sombong. Tak heran bila orang sombong itu tidak berhasil dalam hidupnya, tak sukses dalam berbisnis misalnya.

Dan sebab ketiga, masih menurut Helmi Yahya, bahwa orang pintar itu terlalu lama berpikir, terlalu lama membuat “perhitungan”. Akibatnya dalam hidup, khususnya dalam berbisnis, mereka tak berani ambil resiko. Mereka lebih nyaman ada dalam zona aman. Padahal salah satu cara untuk maju, dalam berbisnis misalnya, adalah dengan berani mengambil resiko: makin tinggi resiko, makin besar rizki yang akan diperoleh, begitu katanya.
(sumber : http://mathematicse.wordpress.com/2008/09/13/penyebab-kegagalan-orang-orang-pintar/)

Lalu, mengapa sih remed masih juga dihindari???

Nih, ada beberapa faktor kenapa masih juga kita, gu khususnya, hahaha, menghindari remed :

1. Alasan rakyat : Males. Hahaha…gue banget tuh! Yaiyalah, jelas-jelas semua juga males yang namanya remed. Kita udah sekali “menderita” dengan belajar semaleman sampe gak bisa ngapa-ngapain lagi selain bergelut dengan buku. Mending pelajaran itu kita suka, lah kalo kita belajar cuma buat ulangan doang? Trus kita remed? Alhasil kita sama aja disuruh mengulang “penderitaan” yang itu juga. Intinya ya kita tuh males deh pokoknya buat yang namanya belajar 2 kali, mana materinya itu-itu juga, pas ulangan sih kita hafal emang di luar kepala. Tapi habis ulangan biasanya lupa lagi tuh..hehehe…nah, saat kita lupa itu kita malah harus remed. Duhhh…ngapalin lagi donk!?

2. Malu : Pasti lah yang namanya remed tuh buat malu. Malu kenapa? Nih kita liat :

a)Malu karena biasanya bisa menyelesaikan soal-soal latihan, arisan, bahkan soal OSN dan SPMB lewat dah. Tapi pas ulangan harian remed? Ugghhhh…nyesek!

b)Malu karena misal si A yang udah dianggap “dewa” pelajaran remed, tapi si B yang merupakan langganan remed tuh lagi gak remed. Gimana ya perasaan si A itu???Hehehe

c)Sebelum ulangan udah optimis banget bakal dapet bagus, bahkan sempurna. Tapi kalo tau-tau takdir berkata laen? Hayoooo….

d)Sebelum ulangan dia ngajarin temen-temennya soal materi ulangan tsb, temennya yang diajarin dapet bagus semua, yang ngajarinnya malah remed. Haduuuhhhh!

e)Yang paling sering neh! Yang remed justru yang ngasih contekan! Yang dikasih malah kagak remed. Waw! Mammamia!

3. Gengsi. Yongkrue! gengsi mirip lah sama malu. Tapi kalo gengsi lebih menjurus kepada somting-somting berbau status. Misal, gengsi dong masa juara Olimpiade Internasional Kimia di sekolahnya remed Kimia???? Juara kelas remed tapi anak yang hampir di DO kagak remed. Gengsi ama temen se-geng, mereka gak remed masa gue remed sih? Dsb dst..hahaha….

4. Takut. Udah bukan rahasia lagi yang namanya remed tuh bikin parno. Takut dimarahin ortu lah, takut di imej jelek sama guru, takut dicakin temen, dsb. Yang bahaya tuh bisa buat kita takut sama tuh pelajaran. Awalnya bisa aja kita demennnn banget sama tuh pelajaran, tapi gara-gara remed sekali, imej tuh pelajaran langsung berubah di matanya. Gimana seh…kayak lo punya sahabat tapi sahabat lo itu pacaran ama mantan lo. Tanpa angin ato petir, pasti pandangan lo tentang dia berubah seketika deh.

AAARRRGGGHHH! Pokoknya banyak banget hal yang buat kita ogah kalo kita remed, sampai segala cara ditempuh cuma demi gak remed gak peduli kita ngerti pa kagak tuh pelajaran. Gak remed no. 1! Ngerti no sekian! (wuihh…itu baru tanda-tanda akhir dunia, dimana orang-orang gak bisa lagi membedakan mana benar dan salah). Kalo cuma gak mau remed gak usah sekolah, kalo lo gak sekolah gw yakin lo gak akan pernah remed (apa yang mau diremed-in, sekolah juga kagak?hehehe)

Padahal, sukses itu aslinya cuma ditentukan IQ 1% doangan, sisanya EQ dan SQ. Kaitannya sama remed apa??? Yuk kita cicip...

Buat yang IQ-nya tinggi, remed pastilah jarang buanget, kemungkinan kecil buanget dsb deh. Tapi kalo dia EQ-nya kurang, sekalinya si IQ tinggi remed. Wuihhh!!! Stresss nya bukan maen. Secara, biasa gak remed tau-tau remed, biasa dapet 100 tau-tau remed. Gimana gak depresi coba? But, yang depresi cuma mereka-mereka yang ber-EQ rendah. Mereka pasti langsung drop buanget, gak ada semangat, malah bisa jadi membenci pelajaran itu.

Buat IQ nya rendah dan sering remed, jangan pesimis. Kalo EQ nya bagus, dia gak akan pesimis, dia pasti akan berusaha lebih keras dari sebelumnya demi mendapat hasil terbaik, dan kalo SQ nya baik juga, dia akan menganggap remednya dia karena teguran-Nya. So dia akan lebih rajin lagi berdoa dan beramal. Biasanya, yang remed tuh mikirnya “Gue udah belajar sampe 24 jam tetep aja remed, percuma gue belajar lagi, ntar juga remed.”

Dan jangan sekali-kali “optimis” kalo lo bakal remed, pasalnya apa yang lo pikir itu doa buat lo sendiri. Kalo lo udah “optimis” remed, efeknya lo bakal males belajar dan gak ada usaha. Soalnya lo mikir, ntar juga remed-remed juga gue.

Tapi, kalo kita yakin kita gak remed, kita akan belajar dan berusaha giat demi tujuan itu. Jangan sampe jadi bumerang, gara-gara terlalu optimis gak remed malah belajar jadi setengah hati dan terkesan meremehkan pelajaran itu (pengalaman ni.hehehe)...

Jadi, buat mereka yang remed janganlah terlalu minder, remed itu kalo disikapi baik akan membuahkan hikmah tak terkira dibalik semua itu. Tetap berjuang!
Buat yang gak remed, jangan terlalu jumawa dan tetaplah berusaha dengan maksimal. Okeh!

Remed nggaknya kita itu bukan tergantung IQ kita, tapi EQ (usaha) dan SQ (doa) kita.
Ingat kata seseorang anak SMA 90, “HAL YANG TERBAIK TIDAK HARUS BAIK. TETAPI HAL YANG BURUK ITULAH MUNGKIN MENJADI YANG TERBAIK BUATMU.”

Tulis Komentar Kamu Disini:

1 Komentar untuk "Fenomena Remed"
Unknownsaid...
December 4, 2015 at 4:24 AM

Boleh Di Repost Gk ,kayaknya menarik :D


Post a Comment